Fasilitas Kubah Kiamat ini, dibangun di dalam perut gunung beku di Kepulauan Svalbard , Norwegia, 1100 kilometer dari kutub utara. Disebut kubah kiamat, karena pembangunannya dimaksudkan untuk melindungi plasma nutfah. Jika terjadi bencana alam yang sangat besar, hingga memusnahkan sumber pangan, biji-bijian tersebut diharapkan menjadi penyelamat manusia dari kelaparan.
Kubah yang berada di dalam perut gunung sedalam 127,5 meter tersebut, akan menyimpan cadangan bibit dari ratusan bank benih dari seluruh dunia. Pada salah satu ruangan di dalamnya, dapat memuat 4,5 juta sampel benih biji-bijian.
Kubah Kiamat ini dibangun atas prakarsa Global Crop Diversity Trust, lembaga yang di danai badan PBB untuk urusan pangan atau FAO (Food and agriculture Organization), dan Biodiversity Internasional yang berbasis di Roma, Italia. Bangunan tersebut dibuat selama satu tahun dengan biaya pembangunan mencapai 9,1 juta dollar AS.
Bukit Kelam atau Kelam Hill menyajikan suatu pemandangan yang sangat indah, terlihat jelas ketika kita melakukan perjalanan dari Sintang menuju Kabupaten Kapuas Hulu. Dibutuhkan kurang lebih 30 menit dari Kota Sintang, Kalimantan Barat, untuk tiba di Bukit Kelam, yang masuk wilayah Kecamatan Kelam, Kabupaten Sintang. Luas areal wisata alam Bukit Kelam adalah 520 hektare. Di dalamnya banyak sekali terdapat keunikan dan kekayaan hayati. Udaranya sangat sejuk dan segar. Pokoknya, cocoklah buat rekreasi alam bagi semua kalangan.
Bila Anda berkeinginan untuk naik ke atas Bukit Kelam, sudah disediakan lho. Tapi hati-hati, tangganya dari besi, dan pengunjung harus menaiki tangga, bukan berjalan kaki seperti tangga di lereng gunung. Kalau Anda tidak kuat fisiknya, mendingan jangan coba deh, bisa-bisa Anda macet atau kecapean di tengah jalan, mau turun lagi terus lihat ke bawah malah ngeri… hehehe.. Selain itu, di kawasan wisata alam Bukit Kelam terdapat kolam renang dan lapangan tenis yang dapat dimanfaatkan oleh setiap wisatawan. Kalau Anda ingin bermalam di sana, jangan kuatir sebab ternyata di tempat ini pun disediakan camping ground yang cukup luas dan aman.
Seperti halnya Gunung Tangkuban Parahu di Bandung, Jawa Barat, yang punya cerita legenda Sangkuriang, Bukit Kelam juga memiliki cerita legendanya juga lho. Nanti deh ceritanya kalo yang ini mah… hehehe… Pokoknya, datang dulu ke Bukit Kelam. Nanti bisa dapat cerita dari masyarakat setempat. Pasti lebih seruh khan?
Sedikit petunjuk ke Bukit Kelam, Anda bisa mulai perjalanan dari Kota Pontianak, ibukota Kalimantan Barat. Dari Pontianak menuju ke Kota Sintang itu dapat di tempuh selama kurang lebih 7 sampai 8 jam, atau bisa juga kurang, bisa juga lebih lama. Tergantung jalan mana yang Anda lewati, kendaraan apa yang Anda gunakan, dan juga keadaan jalan yang dilalui. Setiap harinya ada bis umum dan bis DAMRI yang melakukan perjalanan dari Pontianak – Sintang dan sebaliknya, baik untuk perjalanan siang maupun perjalanan malam.
DAN INILAH KARYANYA YANG PALING BESAR
ini adalah potret hasil karya yang di buat oleh JIM DENEVAN. namun ini tidal di lakukan hanya dengan munggunakan tongkat. namun mendapat bantuan kendaraan untuk menciptakan garisnya.
letaknya di Nevada, USA 2009
Bung Karno orang yang pintar, pandai, cerdik, cerdas… dan kata lain yang menggambarkan betapa tingginya tingkat intelegensianya. Melihat rentetan 26 gelar doktor honoris causa yang ia terima sepanjang hidupnya… membaca karya-karya tulisnya… mendengar pidato-pidatonya… susah sekali menyangkal pernyataan di atas.
Tapi lain cerita jika kita menguak sejarah masa kecil Sukarno, tatkala ia masih bernama Koesno. Sejak umur tiga tahunan, Koesno dititipkan ke rumah kakek-neneknya di Tulungagung, Jawa Timur. Sang kakek, Raden Hardjodikromo secara ekonomi tidak bisa dibilang mampu, tetapi masyarakat Tulungagung begitu menghormatinya.
Bukan saja karena ia memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit berkat laku-tirakat khas masyarakat Kejawen. Lebih dari itu, dalam menjalani kehidupan sosial, tampak Hardjodikromo muncul sebagai pinisepuh yang tuntas dalam menjalani laku batinnya. Ia gemar sekali menolong sesama. Jika tidak dengan kemampuannya mengobati orang sakit tanpa pamrih, maka ia gemar berbagi petuah dan pitutur yang berguna bagi sesama.
Koesno datang dalam keadaan kurus-kering. Setelah “disuwuk” sang kakek, Koesno menjadi bagas-waras. Lincah dan gesit sebagai anak-anak. Di bawah asuhan sang kakek yang begitu memanjakannya, Koesno hadir sebagai anak kecil yang bengal, bandel, dan tidak pintar di sekolah.
Dari usia empat tahun, Koesno sudah disegani kawan-kawannya bermain. Bukan lantaran sifatnya yang nekad menantang maut, tetapi karakter bersahabat yang tulus yang memancar dari sorot matanya yang begitu indah berpendar-pendar. Tak jarang, ketika Koesno dan teman-temannya bermain panjat pohon, Koesno dengan lincah dan gesit segera merangsek ke dahan paling atas. Dahan terkecil yang begitu ringkih dan bisa menghempaskannya ke tanah sewaktu-waktu.
Jika Koesno sudah berada di pucuk pohon, teman-temannya hanya bisa melongo…. Tidak paham dengan keberanian Koesno yang melampaui batas kenekatan seorang anak seusianya.
Di sekolah? Ah… jangan tanya. Gurunya sering dibuatnya kesal. Koesno jarang sekali menyimak pelajaran. Ia asyik melamun atau menggambar. Temasuk, manakala satu per satu anak diminta ke papan tulis menuliskan soal yang ditanyakan guru, Koesno paling beda. Bukan huruf demi huruf yang ia ukir di papan, melainkan gambar tokoh pewayangan yang begitu dikaguminya: Bima atau Wrekodara. Lengkap dengan kuku pancanaka, gelung sinupiturang yang angker, dan matanya yang bulat tajam
Tapi lain cerita jika kita menguak sejarah masa kecil Sukarno, tatkala ia masih bernama Koesno. Sejak umur tiga tahunan, Koesno dititipkan ke rumah kakek-neneknya di Tulungagung, Jawa Timur. Sang kakek, Raden Hardjodikromo secara ekonomi tidak bisa dibilang mampu, tetapi masyarakat Tulungagung begitu menghormatinya.
Bukan saja karena ia memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit berkat laku-tirakat khas masyarakat Kejawen. Lebih dari itu, dalam menjalani kehidupan sosial, tampak Hardjodikromo muncul sebagai pinisepuh yang tuntas dalam menjalani laku batinnya. Ia gemar sekali menolong sesama. Jika tidak dengan kemampuannya mengobati orang sakit tanpa pamrih, maka ia gemar berbagi petuah dan pitutur yang berguna bagi sesama.
Koesno datang dalam keadaan kurus-kering. Setelah “disuwuk” sang kakek, Koesno menjadi bagas-waras. Lincah dan gesit sebagai anak-anak. Di bawah asuhan sang kakek yang begitu memanjakannya, Koesno hadir sebagai anak kecil yang bengal, bandel, dan tidak pintar di sekolah.
Dari usia empat tahun, Koesno sudah disegani kawan-kawannya bermain. Bukan lantaran sifatnya yang nekad menantang maut, tetapi karakter bersahabat yang tulus yang memancar dari sorot matanya yang begitu indah berpendar-pendar. Tak jarang, ketika Koesno dan teman-temannya bermain panjat pohon, Koesno dengan lincah dan gesit segera merangsek ke dahan paling atas. Dahan terkecil yang begitu ringkih dan bisa menghempaskannya ke tanah sewaktu-waktu.
Jika Koesno sudah berada di pucuk pohon, teman-temannya hanya bisa melongo…. Tidak paham dengan keberanian Koesno yang melampaui batas kenekatan seorang anak seusianya.
Di sekolah? Ah… jangan tanya. Gurunya sering dibuatnya kesal. Koesno jarang sekali menyimak pelajaran. Ia asyik melamun atau menggambar. Temasuk, manakala satu per satu anak diminta ke papan tulis menuliskan soal yang ditanyakan guru, Koesno paling beda. Bukan huruf demi huruf yang ia ukir di papan, melainkan gambar tokoh pewayangan yang begitu dikaguminya: Bima atau Wrekodara. Lengkap dengan kuku pancanaka, gelung sinupiturang yang angker, dan matanya yang bulat tajam